Sabtu, 14 Juni 2014

KARYA ILMIAH ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM





Ucapan Terima Kasih
Bismihi ’azza wa jalla. Puji dan syukur bagi Allah, Tuhan yang tak sesuatu pun mampu melemahkanNya. Zat yang Maha Penggenggam segala sesuatu yang tak pernah kita tau akan detik setelah detik ini. Yang Maha Memberi yang terbaik untuk hamba-hambaNya, tak lepas dari usaha serta doa kekasih-kekasihNya yakni muslimin dan muslimat sekalian. Shalawat dan salam yang tak terhingga, semoga senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah Saw, keluarga, dan sahabat beliau, serta seluruh kaum muslimin hingga Hari Kebangkitan. Semoga kita digolongkan termasuk hamba-hamba yang dipertemukan dengan beliau seluruhnya di akhirat kelak, sebagai penghuni surga. Amiin.
Kepada bidadari dunia ku, umi yang selalu mendoakan dan memotivasi anak tercintanya ini, yang selalu mengkhawatirkan buah hatinya dalam perantauan namun selalu yakin penyejuk hatinya ini mampu mewujudkan bagian dari mimpi-mimpi dunia yang telah di takdirkanNya kelak. Untuk malaikat duniaku, abi yang selalu pula dengan do’a dan motivasi untuk anak tercintanya, yang tak pernah berhenti mencari nafkah salah satunya untuk menghidupi buah hatinya di perantauan. Yang selalu penuh keyakinan dengan do’anya bahwa peri kecilnya akan selalu baik-baik saja dalam lindunganNya dan akan mampu mewujudkan bagian dari mimpi-mimpi dunia dengan tak melupakan akhirat.
Kepada pangeran terdekatku, adik yang teramat lucu dengan ketampanannya. Yang selalu merindui kakaknya yang di perantauan ini. Yang tak pernah berhenti menceritakan hal-hal konyol untuk mencurahkan kerinduannya. Untuk peri terdekatku, kakak yang manis dengan senyumnya. Yang teramat baik dengan selalu berbagi mimpi-mimpi terdahsyat di kehidupannya. Yang selalu berbagi tangis tatkala rindu menyerang karena sama-sama di perantauan.
            Kepada dosen terbaikku, Ustad Zaenal, M.Pd yang telah membimbing dengan memberikan gambaran-gambaran akan pentingnya pendidikan sehingga terbentuklah sebuah makalah sederhana namun semoga bermanfaat bagi para pembaca. Untuk teman-teman seperjuangan yang telah memberikan semangatnya secara tidak langsung.
                        Terakhir, saya tak lupa menyampaikan rasa terima kasih kepada Universitas Muhammadiyah Surakarta, kepada Fakultas Agama Islam dan kepada program studi tarbiyah, terkhusus kepada mata kuliah ilmu pendidikan, yang telah sudi menerima makalah sederhana ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat kelak. Aamin.
            Allahumma shalli wasallim wabarik ‘ala Muhammad.
                  .                                                   
                                                                        ii
                                               
                                                            Kata Mutiara
            “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah Menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan) mu dan Menyempurnakan nikmat Nya untukmu lahir dan batin. Tetapi di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”[1]
“Wahai manusia! Ingatlah akan rahmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada tuhan selain Dia; maka mengapa kamu berpaling (dari ketauhidan)?”[2]
            “Dan adalah karena rahmatNya, Dia Jadikan untukmu malam dan siang, agar kamu beristirahat pada malam hari dan agar kamu mencari sebagian karuniaNya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadaNya.”[3]
            “Seorang bapak harus menanamkan ilmu pada anaknya, karena dia akan dimintai pertanggung jawaban tentangnya.” (Sufyan ats-Tsauri)[4]
            HR Abu Dawud dari Mu’adz bin Anas, Nabi bersabda, “Barangsiapa membaca al-Qur’an dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya pada Hari Kiamat Allah akan mengenakan kepada kedua orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia; maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini?”[5]
            Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda, “Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga (karena tidak berbakti kepada keduanya).”[6]
            “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”[7]
            Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.”[8]


                                                            Daftar Isi
Sampul depan………………………………………………………………………………………i
Ucapan Teima Kasih……………………………………………………………………………….ii
Kata Mutiara………………………………………………………………………………………..iii
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………....iv
Pendahuluan………………………………………………………………………………………..1
Pembahasan………………………………………………………………………………………....2
Penutup……………………………………………………………………………………………..8
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………9

iv
Pendahuluan
      Di jaman modern ini banyak para orang tua yang menganggap pendidikan sangat penting untuk anak-anak mereka. Tidak cukup melalui sekolah-sekolah umum, bahkan para orang tua mengikut sertakan anak-anak mereka dalam berbagai contest, seperti Idola Cilik, Indonesia Mencari Bakat, dsbnya. Tentu orang tua memiliki alasan tersendiri mengikut sertakan anak-anak mereka dalam acara-acara tv semacam itu.
            Tidak hanya itu, bahkan anak-anak yang masih berusia sangat dini yakni sekitar 6 tahun ke bawah diajak nonton acara televisi dewasa seperti sinetron Indonesia yang ditayangkan di beberapa chanel televisi. Namun, banyak juga orang tua yang sadar akan dampak tontonan-tontonan seperti itu sehingga mereka memilihkan beberapa tayangan-tayangan televisi untuk si kecil yang menurut mereka itu tontonan baik untuk buah hati mereka, seperti kartun sinchan, doraemon, dora, spongebob, teletubbies, dsb.
Orang tua juga kurang mengontrol sinetron-sinetron apa yang dilihat anaknya ketika mulai tumbuh remaja. Bahkan adegan-adegan mesra seperti ciuman, pelukan, dan semisalnya di televisi sudah bukan hal tabu bagi mereka. Padahal tanpa disadari timbulnya perilaku-perilaku yang tidak sesuai di masyarakat itu salah satunya merupakan factor dari tayangan-tayangan di televisi.
            Hal-hal yang semacam ini menurut kami sangat patut untuk di teliti. Oleh sebab itulah kami memilih judul “Anak atau Siswa dalam Perspektif Islam”. Dengan tersusunnya makalah ini maka kami berharap masyarakat, terutama pembaca semuanya memiliki pandangan terhadap masalah tersebut. Sehingga dapat terbentuk langkah-langkah yang tepat untuk mendidik anak atau siswa di sekitar kita, terutama anak kita sendiri nantinya.
            Sebagai penutup dari pendahuluan untuk makalah ini maka kami cantumkan sebuah qaidah fiqih, dar’ul mafaasidi muqaddamun ‘alaa jalbil mashaalihi. ”Menolak kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemaslahatan.”[9].



                                                            Pembahasan
1.      Pengertian Peserta Didik dalam Perspektif Islam
Perspektif adalah cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Dalam istilah tasawuf peserta didik adalah murid atau thalib. Secara bahasa thalib atau murid adalah orang yang mencari, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spritual, dimana ia berusaha keras menempah dirinya untuk mencapai derajat sufi. Istilah murid atau thalib lebih memiliki makna yang dalam dari pada siswa karena dalam proses pendidikan murid atau thalib menekankan pada keaktifan peserta didik. Jadi peserta didik menurut perspektif Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.[10] Peserta didik tidak hanya masuk ke ruangan kelas, mendengarkan pembimbing (ustad/ustadzah) menerangkan,  namun diharapkan siswa dapat aktif menguasai materi yang diajarkan, serta dapat mengembangkannya melalui buku bacaan, opini-opini, dan pertanyaan-pertanyan sehingga terjadi interaksi antara siswa dengan gurunya.
Istilah pembimbing disini tidak hanya ditujukan kepada ustad/ustadzah selaku pembimbing di sekolah, namun lebih pada orang tua selaku pembimbing pertama dari anak sejak anak lahir hingga dewasa. Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “setiap anak manusia itu terlahir dalam fitrahnya, kedua orang tuanyalah yang akan mewarnai (anak) nya, apakah menjadikannya seorang yahudi, nasrani, atau majusi” (HR Aswad Bin Sari). Jadi jelas sekali peran orang tua sangat diperlukan untuk mengasah daya piker anak, mengembangkan potensi-potensi anak, serta membentuk anak yang berkarakter, bermoral, berjiwa sesuai syari’at islam.
Dr. Deborah Waber dari Harvard University mengatakan “Ya! Jika Anda ingin mengembangkan anak-anak mulailah dari otaknya, mereka tentu saja tak membaca dengan ginjalnya”,[11] Tepat sekali pendapat beliau, terbukti karena anak akan memasukkan (learning) apa pun yang ia dengar, lihat , dan rasakan ke dalam otaknya. Anak akan menyimpan (retention) lalu mengeluarkan (remembering) sebagaimana manusia pada umumnya.
Tahukah anda, 50% kemampuan intelektualitas seseorang dikembangkan pada masa 4 tahun pertamanya? 30% selanjutnya dikembangkan menjelang ulang tahun kedelapannya? Dan sedikit sisanya, 20%  sejumlah itulah yang masih bisa dikembangkan hingga usia 18 tahun. Di atas 18 tahun sangat sulit mengembangkan kadar intelektualitas otak.[12]Secara umum peserta didik memiliki lima ciri, yaitu:
  • Peserta didik dalam keadaan sedang berdaya, maksudnya ia dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan , kemauan dan sebagainya.
  • Mempunyai keinginan untuk berkembang kearah dewasa
  • Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda
  • Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individu[13]
Dari uraian di atas alangkah pentingnya pendidikan bagi siswa terutama pendidikan yang berdasarkan islam. Dengan adanya pendidikan Islam maka anak dapat membedakan mana yang hak dan yang batil. Untuk membentuk anak yang memahami islam maka tidak hanya guru, ustad, ustadzah yang berperan namun yang paling utama adalah orang tua.
2.      Hakekat Peserta Didik
            Hakekat pesera didik sebenarnya sama dengan hakekat manusia. Di dalam QS At Tiin:4 Allah berfirman “Sungguh, kami telah Menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Ayat tersebut bisa menjadi dasar atau landasan bahwa manusia itu diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya. Manusia memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki hewan, tumbuhan, malaikat, jin, setan serta benda mati lainnya. Oleh sebab itu diharapkan manusia pun mampu menjadi makhluk Allah yang lebih baik terutama dalam beriman kepada Allah daripada makhluk-makhluk lainnya.
Dalam buku Filsafat pendidikan Islam yang ditulis oleh Hasan Basri,dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, hakikat peserta didik terdiri dari beberapa macam :
  • Peserta didik adalah darah daging sendiri, orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya maka semua keturunannya menjadi anak didiknya di dalam keluarga.
  • Peserta didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik di lembaga pendidikan formal maupun non formal, seperti disekolah, pondok pesantren, tempat pelatihan, sekolah keterampilan, tempat pengajian anak-anak seperti TPA, majelis taklim, dan sejenis, bahwa peserta pengajian di masyarakat yang dilaksanakan seminggu sekali atau sebulan sekali, semuanya orang-orang yang menimba ilmu yang dapat dipandang sebagai anak didik
  • Peserta didik secara khusus adalah orang –orang yang belajar di lembaga pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses kependidikan.
Peserta didik dapat membentuk karakter-karakter yang sesuai serta dapat diterima oleh masyarakat sekitar pada umumnya melalui lembaga-lembaga yang ada dan bisa memilih teman yang baik untuk membantunya membentuk individu yang berkepribadian baik pula.
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul. Wahai, celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku). Sungguh, dia telah menyesatkan aku dari peringatan (al qur’an) ketika (al qur’an) itu telah datang kepadaku. Dan setan memang pengkhianat manusia.” (QS Al Furqon: 27-29).
Ayat tersebut hendaknya dijadikan pedoman bagi peserta didik untuk memilih teman bergaul yang baik agar nantinya tidak menyesal. Tidak hanya itu, selain teman yang baik alangkah pentingnya pula lingkungan atau masyarakat yang berkepribadian sesuai islam karena disadari maupun tidak, diri seorang anak dibentuk pula dari sekitarnya. Maka sekali lagi, sangat diperlukannya orang tua untuk mendidik anak, memilihkan teman yang baik, lingkungan yang baik, juga sekolah yang baik seperti menempatkan anak tidak hanya di sekolah umum tetapi di pondok/pesantren sehingga anak mampu lebih mendalami islam dan bertingkah laku sesuai syari’at islam.

3.      Karakteristik Peserta Didik
3
Setiap individu memiliki karakter berbeda-beda, begitu juga peserta didik. Karakter peserta didik dapat dibentuk melalui keluarga, masyarakat, sekolah, media masa seperti majalah, media elektronik seperti televisi, hingga organisasi.
Zainuddin dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, beliau mengutip hadis Shahih Muslim dan Bukhari dalam mengemukakan sifat dan karakter yang dimiliki anak didik. Berikut beberapa sifat dan karakter yang harus dimiliki seorang anak didik:
1) Memiliki sifat tamak dalam menuntut ilmu dan tidak malu-malu. Mujahid berkata, “Pemalu dan                                 orang sombong tidak akan dapat mempelajari pengetahuan agama.” Aisyah berkata, “sebaik-baik kaum wanita adalah kamu wanita sahabat Anshar. Merak tidak dihalang-halangi rasa malu untuk mempelajari pengetahuan yang mendalam tentang agama.”
2) Selalu mengulang pelajaran di waktu malam dan tidak menyia-nyiakan waktu.
3) Memanfa’atkan/mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki.
4) Memiliki keinginan/motivasi mencari ilmu pengetahuan.[14]
      Perkembangan anak dapat dilihat dari dini hingga dewasa. Berikut tahap-tahap perkembangan anak beserta fakta yang terjadi di sekitar kita sekarang ini:
a.       Masa Dini
Masa ini pola pikir individu masih dalam tahap pengembangan. Dimana anak pada masa ini masih vacuum otaknya, namun setelah ia beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, otaknya mulai berkembang dengan berbagai pengetahuan baik itu positif maupun negative. Anak mulai belajar tengkurap, duduk, merangkak, berbicara, berjalan, hingga berlari. Apa yang anak dengar, lihat, rasakan maka terekam dalam memorinya. Anak masih belum dapat membedakan mana yang baik untuknya dan mana yang harus ia hindari. Maka masa-masa inilah orang tua perlu memperhatikan dan membimbing anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan pola pikir yang baik.
b.      Masa anak-anak
Masa anak-anak ini di mana anak sudah mengenal sesuatu yang berada disekitarnya. Anak mulai mengenal dunia televisi, ini yang harus orang tua perhatikan. Acara-acara yang ditayangkan di televisi banyak yang tidak sesuai dengan syari’at islam. Artis-artis yang tidak menutup aurat bisa merangsang pemikiran sang buah hati. Dimana dalam masa ini anak mudah tertarik dengan sesuatu yang baru. Maka banyak orang tua yang memilihkan anak tayangan-tayangan televisi seperti kartun. Namun, jika kita perhatikan lebih mendetail, sebenarnya kartun itu juga ada sisi negativenya untuk perkembangan pola pikir anak. Seperti kartun sinchan meskipun lucu tapi kartun tersebut ada adegan homoseksual, percintaan, anak durhaka kepada orang tuanya, dsb. Selain itu, kartun yang beberapa tahun lalu sempat tenar yaitu teletubbies, kartun itu kita sadari maupun tidak juga telah menggambarkan adegan-adegan negative meskipun tayangan yang tersaji tampak unik dan bagus. Misalnya saja di kartun tersebut Tuhan digambarkan dengan matahari dan adegan berpelukan mengajarkan perilaku homoseks, selain persahabatan. Kartun Pikachu juga terlihat jelas ciri-ciri yahudi, Power Rangers dengan segudang kekerasannya, dan tokoh Nobita dalam Doraemon yang selalu malas mengerjakan PR dan ingin pacaran dengan Suzuka.
 Tidak dapat dipungkiri bahwa di tengah maraknya acara-acara penuh adegan seks dan kekerasan, kehadiran teletubbies memang sangat menggembirakan semua orang. Namun setelah diamati secara seksama, ternyata tayangan ini pun tidak bebas dari masalah. Ternyata teletubbies ini merupakan tayangan ‘berbahaya’ yang membawa pesan-pesan homoseksualitas dan menjauhkan anak dari nilai-nilai religious.[15]
c.       Masa remaja
Masa remaja adalah masa yang indah bagi sang buah hati. Masa remaja dialami anak yang menginjak masa puber ketika ia SMP hingga SMA. Pergaulan anak di masa ini sudah tidak bisa dianggap terbatas. Anak mulai mengenal lawan jenisnya, mengenal suka dari taraf simpatik, hingga ditanam menjadi cinta. Inilah permasalahan yang ditimbulkan. Jika orang tua terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, menganggap anak sudah remaja bisa mengontrol dirinya sendiri maka yang ada malah kurangnya perhatian anak sehingga anak lebih suka menceritakan problem-problem yang ada kepada temannya daripada mendiskusikan dengan orang tuanya. Tidak hanya itu, bahkan bisa jadi anak kurang memahami islam sehingga di tanggal 14 Februari mereka suka merayakan valentine’s day dengan kekasih atau teman-teman dekat mereka. Padahal sebagai orang tua seharusnya mewaspadai kejadian semacam itu terjadi, tidak membiarkan saja.
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS Al Isra’:36). “… Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah sampai ilmu kepadamu, niscaya engkau termasuk orang-orang zalim.” (QS Al Baqarah:145).
Tidak cukup hanya pada valentine’s day, remaja-remaja sekarang pun banyak yang mengikuti artis-artis di tv dari model pakaian, gaya rambut hingga logat bicara. Sesuai sekali dengan ucapan Ibnu Khaldun, bahwa, “Bangsa yang kalah cenderung mengekor yang menang dari segi pakaian, kendaraan, dan bentuk senjata yang dipakai. (Selain itu) malah meniru dalam setiap cara hidup (budaya) mereka!”. Oleh sebab itu kita perlu waspada perubahan-perubahan yang ada pada buah hati, jangan sampai kita lalai memperhatikannya.
d.      Masa Dewasa
Masa dewasa ini wajar jika anak merasa sudah mandiri dan merasa tak perlu diperhatikan lagi. Malah jika kita memperhatikannya bisa jadi anak memberontak dan dianggap masih anak kecil. Oleh sebab itu, kita biarkan anak dengan kehidupannya namun tentu tak lepas dari pengawasan orang tua. Setelah anak merasa siap untuk berumah tangga maka saat itu pulalah orang tua rela melepaskannya.
Demikianlah tahap-tahap perkembangan anak dari masa dini hingga dewasa, dengan melihat disekitar kita minimnya perhatian orang tua terhadap anak terlebih ketika anak sudah mengenal dunianya (masa remaja). Karakter anak dapat dilihat dari bagaimana ia bergaul dengan sekitarnya. Jika anak bertindak wajar atau tidak ada ganjalan-ganjalan itu berarti orang tua sukses dalam membentuk kepribadian anak, namun jika anak bertindak tidak sesuai dengan lingkungannya, banyaknya penyimpangan-penyimpangan social itu berarti perlu adanya tambahan upaya orang tua untuk mengembalikan anak pada sifat semula dan mengembngkannya sesuai dengan karakter yang diharapkan. Disinilah peran pihak ketiga selain ayah dan ibu, yakni guru, ustad, ustadzah untuk membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan potensi-potensi yang ada.
4.      Kode Etik Peserta Didik dalam Islam
Peserta didik selain harus membentuk karakter ia juga harus memiliki etika terhadap pembimbingnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Asma Fahmi, bahwa setiap peserta didik harus memiliki dan berprilaku dengan etika yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti berikut ini :
1) Setiap peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum menuntut ilmu, yaitu menjauhkan dari sifat-sifat yang tercela seperti dengki, benci, menghasud, takabur, menipu, berbangga-bangga dan memuji diri serta menghiasi diri dengan akhlak mulia seperti benar, takwa, ikhlas, zuhud, merendahkan diri dan ridha.
2) Hendaklah tujuan belajar itu ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri dengan Tuhan, dan bukan untuk bermegah-megah dan mencari kedudukan. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub ilallalah. Konsekuensi dari sikap ini, peserta didikkan senantiasa mensucikan diri dengan akhlaq al-karimah dalam kehidupan sehari-harinya, serta berupaya meninggalkan watak dan akhlak yang rendah (tercela).
3) Peserta didik tidak menganggap rendah sedikitpun pengetahuan-pengetahuan apa saja karena ia tidak mengetahuinya, tetapi ia harus mengambil bagian dari tiap-tiap ilmu yang pantas baginya, dan tingkatan yang wajib baginya
4) Peserta didik wajib menghormati pendidiknya
5) Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh serta tabah dalam belajar[16]


Kesimpulan
            Dari rincian pokok-pokok masalah diatas maka dapat disimpulkan bahwa siswa/anak perlu dibimbing untuk membentuk anak/siswa yang sesuai dengan islam. Sehingga terciptalah anak/siswa yang mengerti agama, pergaulan secara islam, dan cerdas dalam akhlaq. Peran orang tua terutama sangat penting sekali. Tanpa bimbingan dari orang tua, anak kurang memahami lingkungannya dan bisa jadi bersikap acuh terhadap orang lain. Selain orang tua, guru/ustad/ustadzah juga berperan penting dalam mendidik anak karena hal tersebut merupakan amanat dari orang tua kepada beliau semuanya.
                                                                                                                                                                
  Penutup
            Demikian makalah “Anak atau Siswa dalam Perspektif Islam” ini kami susun. Dalam penyusunannya tentu banyak kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu kami selaku penulis meminta maaf terutama kepada pembaca semuanya. Kritik dan saran tentu diperlukan oleh penulis agar kedepannya dapat menyusun karya ilmiah/makalah yang lebih baik dari ini. Oleh sebab itu kami tunggu partisipasi para pembaca untuk meluangkan waktu memberikan kritik dan saran pada makalah ini.“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS Al Baqarah:286)
            Wabillahitaufiqwalhidayah.        Wassalamualaikumwarrahmatullahiwabarakatuh.
                                                                                                                                                                                                           Daftar Pustaka
Yusuf Muhammad al-Hasan, Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Darul Haq, 2012
Musbikin, Imam, Anak-Anak Didikan Teletubbies. Yogykarta: Mitra Pustaka, 2004
ilmu pend/Peserta Didik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam _ Aneka Ragam Makalah.htm
ilmu pend/Kementerian Agama RI _ Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin.htm
/ilmu pend/ilmu pend.htm

           



[1]  QS Luqman (31):20
[2]  QS Fathir (35):3
[3]  QS Al Qashash (28):73
[4]  Muhammad Hasan Musa, Nuzhah al-Fudhala ‘Tahdzib Siyar A’lam an Nubala’, juz 1.
[5]  Muhammad bin Syahadah al-Ghul, Bughyat Ibad ar-Rahman
[6]  Diriwayatkan oleh Muslim
[7]  QS Ash-Shaff (61):2-3
[8]  QS Al Mu’min (40):60                 
                                                                                                iii
[9]  Imam Musbikin, Anak-Anak Didikan Teletubbies,(Yogyakarta,Mitra Pustaka,2004) hal 12
                                                                                                                                                                                                                               1
[10]  Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung,Remaja Rosdakarya,1994) hal 103.
[11]  Imam Musodikin, Anak-Anak Didikan Teletubbies, (Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2004) hal 10
                                                                                                                                                                                                                                2
[12]  ibid
[13]  ] Jalaluddin. Teologi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003),  cet III hal 144
                                                                                                                                                                                                                               
[14]  Zainuddin, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 113
                                                                                                                                                                                                                                4
[15]  Imam Musodikin, Anak-Anak Didikan Teletubbies, (Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2004) hal 5
                                                                                                                                                                                                                                5
[16] Lihat Asma Hasan Fahmi, Mabadiut Tarbiyyatil Islamiah, terj. Ibrahim Husain, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979). hal. 174

Tidak ada komentar:

Posting Komentar