Kamis, 10 Juli 2014

saat tiada Dia yang mengisi hati



Kawan, suatu ketika kita merasakan perasaan yang penuh dengan harapan, angan-angan dan bisa jadi kedustaan. Perasaan yang seakan-akan nyata namun sebenarnya hanya ilusi, fatamorgana belaka. Menjadikan diri merasa bahagia namun sejatinya sengsara. Sengsara oleh bualan-bualan semu, khayalan yang tak kan jadi nyata, dan seambrek kepalsuan hati dan pikiran lainnya.
Bukan bermaksud menyalahkan, hanya saja jika tiada Allah di hati, bila tiada Allah di pikiran, bila tiada Allah di lisan, maka bersiaplah untuk menyalahkan, merasa tak ada keadilan,  dan berharap terlampaui jauh. Tak ada yang dapat menyalahkan cinta, begitu pula tak ada yang dapat menyalahkan datangnya pelangi setelah hujan. Semua datang dengan tiba-tiba, tak di undang, dan tak mudah di usir. Perginya cinta terkadang ketika adanya cinta lain yang merasuki diri. Maka tatkala cinta lain datang maka cinta yang lalu pun terlalaikan. Dan sungguh tentu sama saja yang dilakukan hati. Tetap dengan harapan semu, angan-angan belaka, yang sejatinya kedustaan.
Maka hiasilah diri dengan selalu mengingatNya, selalu berharap hanya padaNya, selalu yakin akan kuasaNya, maka hati akan selalu sadar sejatinya kita hanya milikNya. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”  (QS ar Ra’d (13):28).
Tak ada yang sanggup menyanggah bahwa segala isi dunia ini milikNya. bahkan hamba yang musyrik, hamba yang kafir, dan hamba yang munafik pun tak ada yang bisa menyanggah. Seluruh jagat raya, baik yang terlihat secara nyata maupun yang tersembunyi di ruang gelap ataupun dibebatuan adalah milikNya. Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” tentu mereka akan menjawab, “Allah.” Katakanlah, “segala puji bagi Allah,” tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (QS Luqman: 25).

Begitu pula dengan perasaan yang ada di dalam hati kita. Siapa yang memiliki? Allah. Allah yang mengatur siapa yang mencintai kita dan siapa yang kita cintai. Lalu kalau bukan kepada Allah kita pasrahkan segala urusan hati ini, kepada siapa kita serahkan? Akhir dari perasaan pun itu adalah urusanNya, rahasiaNya. Tak salah bila kita menduga-duga, berharap, namun bentengi diri itu yang utama. Jangan biarkan perasaan kepada hambaNya yang lain malah menjauhkan kita dari kasihNya. Tentu Dia telah miliki alur cerita terbaik jika kita berharap pada Sang Pemilik Hati. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar